Sebagaimana gambarannya kita memiliki mobil baru, yang harus disiapkan pertama kali adalah ilmu mengendarai mobil tersebut, bukan?
Kita harus tahu dulu cara menyalakan mesinnya, cara belok, cara memindahkan perseneling, teknik di tanjakan, sampai harus tahu apa yang harus dilakukan apabila mobil itu mengalami mogok di jalan.
Bisa dibayangkan apabila kita langsung mengendarai mobil tanpa ilmu, yang awalnya berniat baik membantu teman mengantar ke pasar, malah justru membuat celaka teman tersebut.
Mobil kita bisa rusak bahkan bisa mencelakai orang lain.
Celakanya, mobil sih masih bisa diperbaiki atau bisa beli lagi yang baru.
Tapi untuk teman kita yang cidera apakah bisa mendapatkan garansi atau diganti dengan teman yang baru?
Nah, dalam pendidikan pun yang kita didik adalah manusia, tidak ada bengkel manusia, dan tidak bisa juga apabila gagal mendidik manusia yang satu bisa ditukar dengan manusia yang baru, kan?
Andaikan kita punya 10 anak, apakah rela anak pertama dijadikan uji coba cara pengasuhan?
Apakah tidak masalah jika 1 anak gagal, walaupun 9 anak lainnya berhasil?
Andaikan punya 100 anak sekalipun, 1 orang gagal karena menjadi kelinci percobaan cara mendidik, orang tua mana pun tidak rela hal itu terjadi.
Artinya, dalam hal mendidik anak, berapa pun anaknya wajib langsung berhasil.
Setiap orang tua pasti tidak tega melihat salah satu anaknya gagal memiliki karakter yang baik.
Siapa pun orang tuanya pasti menangis apabila anak yang telah dididiknya ternyata memiliki tabiat buruk.
Buku ini dipersembahkan untuk para orang tua murid, guru, pamong, kepala sekolah SD-SMP-SMA boarding school di seluruh Indonesia yang telah mencurahkan segala kemampuannya dalam mendidik karakter putra-putri generasi penerus Indonesia.